Di Nablus, setiap jalan sepertinya memiliki salon rambut pria. Jumlahnya ada ribuan. Kebanyakan dari mereka tetap buka sampai setidaknya pukul dua malam; seringkali selain masjid, tempat ini adalah satu-satunya tempat yang masih terang dan buka pada pukul dua malam; dan sepertinya setiap kali Anda melewati salah satunya, kemungkinan besar ada empat atau lima pria muda berpenampilan rapi berkumpul di dalam, mengamati seseorang yang rambutnya sedang dipotong. Anehnya, salon rambut wanita sepertinya tidak ada sama sekali. Kadang-kadang Anda melihat poster iklan kosmetik dan produk rambut wanita yang mengesankan; sering kali, wanita-wanita tersebut berambut pirang (banyak juga warga Palestina di Nablus yang berambut pirang; bahkan anak-anak), namun tidak ada toko/salon rambut wanita di sana.
Saya bertanya kepada seorang teman mengapa hal ini terjadi. Dia menjelaskan bahwa meskipun masyarakat Palestina secara tradisional dianggap sebagai masyarakat Arab paling liberal setelah Beirut, dan wanita muda tidak pernah pergi dengan rambut tertutup, keadaan mulai berubah pada tahun 90an dengan kebangkitan politik Hamas. Namun dalam kasus salon rambut wanita, ada faktor lain yang lebih mendesak. Pada tahun 80-an, agen intelijen Israel mulai memanfaatkan keberadaan salon-salon tersebut untuk membumbui teh manis mereka dengan obat-obatan penenang, dan kemudian mengambil foto telanjang wanita yang tak lagi sadar untuk kemudian memeras suami mereka agar menjadi kolaborator atau informan intelejen Israel. Walau sekarang salon wanita kembali buka, tapi ia tidak terlihat dari jalanan, dan para wanita tidak lagi menerima teh dari orang asing. Continue reading Kecerdasaan Agresif: Sebuah Refleksi Kunjungan ke Tepi Barat